Saturday, November 7, 2009

Shidqul Intima (Menjadi Anggota Jamaah Yang Sebenarnya)

Berikut disiarkan petikan beberapa perenggan menarik dan relevan dari artikel Shidqul Intima (Menjadi Anggota Jamaah Yang Sebenarnya) .

Artikel asal Bahasa Arab di http://www.ikhwanonline.com/Article.asp?ArtID=31856&SecID=323

Terjemahan penuh Bahasa Indonesia di http://www.al-ikhwan.net/shidqul-intima-menjadi-anggota-jamaah-yang-sebenarnya-1284/

1. Beza Jamaah Dengan Perkumpulan (Tajammu’)

Tajammu’ :

  • Berdiri dan bubar berdasarkan pendapat, kesenangan dan keinginan personal,
  • Tidak ada nizham yang mengikatnya,
  • Tidak ada pula kaidah-kaidah yang mengatur pergerakannya.
  • Setiap orang memiliki pendapat dan kepribadiannya secara mandiri.

Sedangkan jama’ah memiliki:

  • Sistem dan manhaj hayah,
  • Perancangan strategi, sasaran taktik,
  • Nizham idari, struktur organisasi, dan jalur perintah (line of command),
  • Perlembagaan (Laihah), dan perturan (qanun),
  • Program dan instrumen kerja

2. Syahwat ataukah Syubhat?

Beliau (Imam Al-Banna ) pun meminta Ikhwan untuk memperhatikan bahaya urusan ini dan akibatnya yang sangat fatal. Beliau juga menekankan pentingnya melakukan pengawasan terhadap barisan serta membersihkannya dari orang-orang lemah.

Beliau berkata: “Jika ada di tengah-tengah kamu orang yang sakit hatinya, cacat tujuannya, tersembunyi keinginannya, dan cacat masa lalunya, maka keluarkanlah mereka dari dalam barisan kalian, sebab orang seperti ini menjadi penghalang rahmat dan penutup taufiq Allah SWT”.

3. Emosi ataukah Akal

“Kekanglah lompatan-lompatan emosi dengan akal, dan terangi cahaya akal dengan bara emosi, kekang khayalan yang ada dengan kebenaran hakikat dan realiti, ungkap berbagai hakikat dalam sorotan khayalan yang memukau dan berkilau, dan janganlah seluruh kecenderungan diikuti, sebab ia akan menjadikannya seperti tergantung (tidak membumi dan tidak pula melangit)”.

Ini adalah kata-kata abadi yang diarahkan oleh Imam Al-Banna rahimahullah kepada para ikhwan. Taujih (arahan) ini dimaksudkan untuk:

  • Mendisiplinkan barisan muslim agar tidak terjadi inhiraf dalam pemahaman, pemikiran ataupun perilaku.
  • Merealisasikan fokus tawazun dan i’tidal (moderasi) dalam manhajiyyatut-tafkir al-ikhwani (metodologi berfikir Ikhwan).
  • Menjaga barisan agar tidak dipermainkan oleh berbagai emosi yang meluap nan membara atau akal pikiran yang berfikir dengan gaya para ahli falsafah.

Jadi, jangan ada dominasi akal atas emosi dan jangan ada permainan perasaan yang mendominasi pemikiran. Taujih ini adalah pandangan yang objektif, seimbang, moderat, dan bimbingan dari seorang panglima yang mengasaskan dakwah ini, semoga Allah SWT merahmatinya.

4. Hawa Nafsu ataukah Prinsip?

Imam Al-Banna menulis Ushul ‘Isyrin ini:

  1. Dalam rangka kesatuan pemikiran, gerakan dan manhaj tarbawi bagi Jama’ah di tengan berbagai badai,
  2. Agar tidak muncul berbagai madrasah pemikiran atau “jama’ah-jama’ah” yang menyusup ke tengah-tengah Jamaah,
  3. Untuk tidak memberi toleransi terhadap adanya pemikiran yang menyusup atau gagasan yang menengtang Jamaah –disebabkan adanya emosi yang meluap yang bermaksud menyusupbarisan,
  4. Untuk menjaga jama’ah agar tetap berada di atas garis tarbawi dan da’awi yang asal, menepis berbagai kotoran dan upaya-upaya penumpangan terhadapnya,
  5. Dan pada akhirnya agar menjadi rujukan saat terjadi ikhtilaf (perbedaan) atau saat munculnya satu bentuk inhiraf, sebab Ushul ‘Isyrin dapat membantu penyelamatan amal, dan implementasi yang baik yang akan menjaga Jama’ah dan anggotanya dari berbagai penyelewengan.

5. Orang-Orang yang Muncul di Permukaan ataukah Tersembunyi

Kepada Ikhwan yang seperti itulah yang mulia Mursyid ‘Am Syeikh Mahdi ‘Akif mengarahkan taujih-nya dalam risalahnya yang mutaakhir “Dan bagi mereka yang melihat bahwa dalam menjalani jalan dakwah ini terdapat peluang populariti umum dan gemerlapnya para bintang, sungguh ia telah benar-benar merugi, sebab, para pelaku dakwah tidak melihat adanya balasan selain pahala Allah SWT jika mereka ikhlas, dan syurga jika Allah SWT mengetahui bahwa dalam dirinya terdapat kebaikan, dan mereka itu beginilah adanya, orang-orang yang tersembunyi dari sisi tampilan umum, dan miskin dari sisi material, keadaan mereka adalah men-tadh-hiyah-kan apa yang mereka miliki, dan memberikan apa yang ada di tangan mereka, harapan mereka adalah ridha Allah, dan Dia-lah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong”.

6. Tsawabit ataukah Mutaghayyirat?

Ia merupakan tsawabit al-’amal dalam dakwah kita. Darinya menjadi jelas sebagian dari kaedah-kaedah tanzhimi kita:

  • Siapa menyalahkan siapa?
  • Siapa meng-audit siapa?
  • Adakah anggota (person) berhak menyalahkan Jamaah? Ataukah sebaliknya?!

Perbezaan antara nasihat, tidak mendiamkan kesalahan dan kritik membina yang diletakkan pada tempatnya yang benar di satu sisi dan antara memaksakan pendapat. Di manakah nasihat? Bilakah diberikan? Dan apakah ia bersifat mulzimah (mengikat)?

7. Membela ataukah Menjaga

Shidqul intima’ wal wala’ (keanggotaan dan kesetiaan yang benar) terhadap dakwah yang diberkati ini, yang ada di dalam jiwa seorang akh yang shadiq, diukur berdasarkan tingkat pelaksanaannya terhadap tugas yang diminta darinya untuk dakwahnya, dalam berbagai keadaan, dalam zhuruf apapun.

Hendaklah kita menjaga faktor-faktor kekuatan di dalam Jama’ah, yang wujud dalam:

  • Kesatuan pemikiran, keanggotaan dan tanzhimi
  • Keterikatan barisan yang tegak di atas ukhuwwah,
  • Pelaksanaan hak-hak ukhuwwah secara sempurna yang berupa: cinta, penghargaan, bantuan dan itsar
  • Menghadiri berbagai pertemuan jama’ah dan jangan tidak hadir kecuali karena adanya alasan yang “memaksa”.
  • Selalu mendahulukan ber-mu’amalah dengan ikhwah
  • Menerima pendapat dalaman yang berbeza
  • Saling memberi nasihat, tidak mendiamkan kesalahan dan berterus terang dalam memberikan mauizhah, akan tetapi pada tempatnya yang wajar.
  • Bekerja untuk menyebarluaskan dakwah kita di semua tempat.
  • Memberitahukan kepada qiyadah tentang berbagai situasi dan keadaan kita secara sempurna.
  • Tidak melakukan suatu pekerjaan yang memiliki pengaruh secara mendasar kecuali dengan izin
  • Selalu berhubung secara ruhi dan amali dengan dakwah
  • Selalu memandang diri sendiri sebagai perajurit di berek yang menunggu segala perintah
  • Melepaskan diri dengan berbagai hubungan dengan institusi atau jama’ah apapun yang tidak membawa maslahat bagi fikrah kita, khususnya jika hal ini diperintahkan
 

My Blog List

FIKRAH & DAKWAH Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template