Risalah dari Muhammad Mahdi Akif, Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, 20-11-2009
Segala puji bagi Allah, Selawat dan salam ke atas Rasulullah saw, keluarganya dan sahabat dan orang-orang yang mendukungnya ..Adapun selanjutnya.
Pada saat ini, seluruh hati umat Islam dari segala penjuru dunia tertuju ke Baitullah, sebagai bukti dikabulkannya doa nabi Ibarahim oleh Allah ; ketika beliau berkata:
“Maka jadikanlah hati-hati umat manusia cenderung kepadanya -baitullah-“ (Ibrahim: 37),
dan janji Allah masih menjadi kenyataan, sebagaimana hati-hati manusia masih condong ke Baitullah; menghadirkan ratusan ribu manusia yang berasal dari berbagai penjuru dunia yang sangat jauh, menuju Baitullah, tinggal dan hidup dibawah naungannya. Belajar dari perjalanan ibadah haji ini akan dapat kita menemui berbagai pelajaran dan pengajaran, diantaranya adalah sebagai berikut:
Haji; penerapan prinsip persamaan:
Pada saat ini umat Islam bertemu dan berkumpul dalam satu tempat, satu kata, satu tujuan dan satu arah; sekalipun mereka berbeza bangsa, etnik, bahasa dan warna
“Untuk menyaksikan manfaat bagi mereka dan menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas apa yang dianugerahkan kepada mereka berupa binatang ternak” (Al-Hajj:28)
Jelas adanya persamaan tingkat tinggi dalam proses pelaksanaan ibadah haji tersebut, semua orang mengenakan pakaian sederhana yang tidak menampakkan kebanggaan dan kemewahan , sebagaimana semua orang melakukan tawaf di Baitul Haram,
“yang Kami telah menjadikannya untuk seluruh umat baik yang jauh ataupun yang dekat” (Al-Hajj: 25),
Semua orang juga melaungkan satu seruan yang di dalamnya tidak ada unsur asabiyah dan tidak ada ruang untuk fanatisme
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
“Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, Aku penuhi, Aku penuhi tidak ada sekutu bagi-Mu Aku penuhi”,
Sebagaimana semua orang melakukan wukuf di Arafah dalam satu kondisi, waktu dan tempat, tidak ada perbezaan di antara mereka kecuali ketakwaan dan pengabdian yang tulus; sehingga leburlah perbezaan taraf, menghapuskan perpecahan, dan menyatukan persamaan yang kokoh dan kejujuran yang murni dari segala konspirasi dan tipudaya, persamaan dan kesetaraan yang selama ini telah pudar di era modernisasi, dan telah hilang di dunia yang berperadaban palsu ini.
Setelah itu semua orang pergi meninggalkan Arafah, menuju salah satu masy’aril haram (tempat yang disucikan) iaitu Muzdalifah, setelah Islam berhasil menghapus keistimewaan yang memberikan Quraisy memiliki kedudukan tertinggi; untuk menegaskan akan persamaan semua elemen masyarakat, di mana ketika itu
“Quraisy dan orang menganut agama yang sama dengannya melakukan wukuf di Muzdalifah, mereka menyebutnya dengan Al-Humus, sementara itu seluruh warga Arab melakukan wukuf di Arafat, dan ketika Islam datang Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya saw untuk datang ke Arafat, kemudian wukuf di dalamnya, lalu pergi meninggalkannya. Itulah yang difirmankan Allah: “Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (’Arafah)” (Al-Baqarah:199) (Muttafaq alaih).
Kemudian pada ketika haji Wada’ Nabi saw berdiri mengumumkan prinsip kemanusiaan yang universal ini: “Sesungguhnya Allah SWT berfirman:
”Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” (Al-Hujurat:13)
“tidak ada kelebihan Orang Arab atas orang bukan Arab, atau untuk orang bukan Arab atas orang Arab, bahkan orang warna kulit hitam atas orang putih, dan orang putih atas hitam kecuali takwa (Ath-Thabrani).
Begitupun nabi saw bersabda setelah berhasil menakluki kota Mekkah:
“Wahai manusia, ketahuilah bahwa Allah telah menghapus dari kalian Obaiya (iaitu merasa besar dan sombong) yang ada pada zaman jahiliyah, dan merasa besar kerana orang tuanya, karena manusia itu ada dua model: seseorang bertaqwa, baik dan dermawan di hadapan Allah, dan seorang lagi yang jahat, celaka dan hina di hadapan Allah, dan manusia seluruhnya adalah dari Adam, dan Adam diciptakan dari tanah”. (Tirmidzi).
Oleh kerana itu, sudah masanya umat Islam di seluruh dunia; untuk mempelajari persamaan dari amalan keagamaan yang mulia ini dan berbagai syiar (doktrin) agama yang lurus ini sebagai alternative dari slogan-slogan kosong yang disenandungkan oleh umat bukan Islam melalui lisan mereka, dan bahkan diperundangkan dalam berbagai perjanjian dan perundingan, walaupun setiap pagi dan petang mereka menginjak-injaknya dengan kaki mereka, dengan kekuasaan dan kekuatan mereka, sebagaimana mereka juga melakukan penghinaan terhadap bangsa lain.
Haji adalah muktamar kesatuan umat:
Pada hari-hari ini, para jemaah haji ke Baitullah al-Haram yang berasal dari berbagai tempat yang jauh, dengan ragam berbeza bahasa dan warna, berada tempat-tempat suci dan bersih, melupakan perbezaan politik di antara mereka, tidak ada yang menggerakkan mereka kecuali kekuatan iman dan taqwa, yang diimplementasikan dalam lubuk hati dan jiwa; menggerakkannya menuju kesatuan manusia nan Agung, lepas dari kecenderungan fanatisme perkauman, warna kulit, atau kelompok, dan memperingatkan akan dirinya dari menurut dan mengikuti keinginan musuh-musuhnya dalam rangka memecah belah dan menceraiberaikannya
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman”. (Ali Imran: 100),
Dan berkumandang dengan penuh kesyahduan dan kesempurnaan
”dan berpegang teguhlah pada tali agama Allah dan jangan bercerai berai” (Ali Imran:103),
Selain itu, pertemuan bermusim ini juga merupakan simbol bersatunya kekuatan umat Islam; dari yang awam hingga para ulama, dari orang-orang biasa hingga para pemerintah, dari orang yang lemah hingga yang kuat, dari yang kaya hingga yang miskin; mereka semua berkumpul dalam satu tempat; untuk memahami bahawa umat yang hak adalah satu kesatuan, harus diintegrasikan kekuatannya, harus bertemu dan bersatu kekayaan dari orang-orang yang kaya, kekuatan dari orang-orang kuat, kecerdasan dari para ulama dan hikmah dari para cendikiawan; untuk mencapai kesatuan yang diidam-idamkan.
“Bahawa umat ini dalah umat yang satu” (Al-Anbiya:92).
Betapa besar makna ibadah tawaf, yang membuat seluruh elemen berputar dalam satu penjuru, dengan seluruh perasaannya, sehingga menimbulkan perasaan kasih sayang, teguh pada satu tujuan dan satu misi, belajar melakukan kerjasama dan penyangkalan diri, dan menerima pelajaran praktis dalam hal kasih sayang dan persatuan.
Katakan kepada saya kepada Tuhan-mu .. Apa yang anda rasakan bila melihat ratusan ribu jemaah – dari berbagai bangsa dan bahasa yang berbeza – berjalan di baris yang sama dan menuju, satu arah dan satu tujuan, di tengah gemuruh Talbiyah, dan zikir dengan suara yang nyaring, dan pada saat muazin mengumandangkan azan mereka mendengarnya lalu menjawab panggilan azan tersebut, lalu semua orang seakan di atas kepala mereka ada burung, tidak terdengar sedikitpun suara kecuali bisik-bisik, Anda tidak akan melihat hal tersebut kecuali tubuh yang terstruktur rapi, kaki-kaki yang tegak tersusun rapi, jika imam berlutut (ruku’) merekapun ikut berlutut (ruku’), dan jika imam sujud mereka ikut sujud, dan jika imam membaca ayat dengan syahdu dan khusyu,mereka mendengarkannya kemudian jika imam berdoa mereka ikut mengaminkannya.
Ini adalah salah amalan yang indah, baik dan suci (agung), dan merupakan salah peristiwa yang begitu sempurna; duniapun menyaksikan pemandangan nan indah dan harmonis, sebagaimana seluruh dunia menyaksikan bahawa Islam adalah agama kesatuan dan peradaban, dan merupakan agama kehidupan.
Umat hari ini, pada saat mengalami penindasan di rumah mereka sendiri, dan dikelilingi oleh berbagai konspirasi dan tipu daya dalam segala aspeknya; selayaknya mereka mengambil pelajaran akan pentingnya kesatuan dan menyedari bahawa tiang yang menjadi pasak kekuatan kesatuan ini adalah agama yang dengannya akan menggapai kehormatan, begitu juga aqidah yang menjadi sumber kekuatan, dan mendengarkan seruan nabinya saw:
“Janganlah kalian saling benci, jangan saling dengki, dan jangan saling membelakangi (bermusuhan), namun jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara “ (Muttafaqun ‘alaihi),
Begitu juga memperhatikan simbol kesatuannya dan slogan kekuatannya; berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya
“Aku telah wariskan kepada kalian dua hal tidak akan tersesat ketika kalian mematuhinya: Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya “(Muwattha’ Malik).
Oleh kerana itu apakah para pemimpin bangsa, para cendekiawan dan ulamanya hanya akan menunggu hadirnya Muktamar Islam Tahunan ini untuk dapat bekerja secara tersusun, menghilangkan konflik, menyatukan barisan dan berdiri untuk melawan musuh yang selalu mengintai?
Kesucian Darah Muslim:
Pada saat pelaksanaan haji Wada’ Pemimpin Besar dan Nabi Muhammad bin Abdullah saw yang mulia berdiri di hadapan umat; menyampaikan khutbah yang sangat bermakna yang ada di muka bumi ini, dan bahkan sebagai ucapan yang kekal dalam lembaran sejarah umat manusia, serta sebagai undang-undang yang paling indah dan adil yang pernah ada dalam sejarah kehidupan dunia; di dalamnya terdapat simbol untuk manusia menuju jalan keselamatan, dan jalan menuju kemuliaan, serta jalur menuju kebahagiaan dan kekuatan, bahkan duniapun mengakui bahwa hal tersebut merupakan undang-undang yang terpercaya dan murni, di dalamnya tersebut kebaikan masyarakat, kemuliaan manusia, Allah berfirman:
”Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu dan aku integrasikan nikmat-Ku kepadamu dan Aku ridhai Islam sebagai agamamu” (Al-Maidah:3).
Salah satu inti yang sangat ditekankan oleh Nabi saw adalah kesucian darah.
“Beliau telah menyampaikan khutbahnya dihadapan umat Islam pada hari Qurban: “Wahai manusia, hari apa ini?”. Mereka berkata: “Hari yang suci. Dia berkata: “Negeri apa ini?”. Mereka berkata: “Tanah Suci. Dia berkata: “Bulan apa ini?”. Mereka berkata: “Bulan Suci. Dia berkata: “Ketahuilah bahwa darah kalian, kekayaan kalian dan kehormatan kalian adalah suci atas kalian, suci seperti hari ini, di tempat ini dan pada bulan ini.” Beliau mengulangnya berulang kali, dan kemudian mengangkat kepalanya dan berkata: “Ya Allah, aku telah menyampaikannya. “Ya Allah, aku telah menyampaikannya. Ibnu Abbas ra berkata: sungguh demi jiwaku yang ada digenggaman-Nya; itu merupakan wasiat kepada umatnya: maka hendaknya yang hadir pada saat itu menyampaikannya kepada orang yang tidak hadir, Janganlah kalian kembali kufur setelahku, diantara kalian saling memukul leher sebagian dari kalian” (Bukhari).
Dan Nabi saw juga menolak berbagai kebiasaan jahiliyah dalam melakukan kekerasan atau membalas pertumpahan darah dengan berbagai macam cara, dan beliau memulai dengan darah keluarganya, beliau bersabda pada saat khutbah Arafah:
“Sesungguhnya darah, kekayaan kalian adalah haram sebagaimana haramnya hari ini, dalam bulan ini, dan tempat ini, ketahuilah bahwa segala tradisi dan kebiasaan jahiliyah dibawah kakiku ini adalah palsu, darah jahiliyah adalah palsu, dan bahwasanya yang pertama-tama aku katakan darah palsu adalah darah kami; darah Ibnu Rabiah bin al-Harits, adalah yang diasuh oleh Bani Saad, lalu dibunuh oleh Hudzail” (Muslim).
Nabi saw juga menyatakan bahawa iblis selalu mengobarkan api perang di tengah anak-anak bangsa, beliau bersabda:
“Para syaitan telah putus asa untuk menjerumuskan orang-orang yang salat di Jazirah Arab untuk menyembahnya, namun mereka akan selalu mengobarkan api perang di tengah mereka” (Muslim).
Bukankah yang terjadi di bulan suci saat ini pada negara-negara Arab dan negara Islam berbagai peperangan dan pertikaian, didorong oleh syaitan dari timur dan barat, dan diiringi oleh pihak yang memasarkan senjata dan peralatan perang; adalah bahagian dari kerja syaitan yang sejak awal telah diperingatkan oleh Nabi saw?
Oleh kerana itu wahai para cendikiawan bangsa, wahai para pemimpin umat, wahai para ulama, Marilah kita bersatu bekerja keras bersama untuk menghentikan pertumpahan darah di tubuh umat Islam; Yaman, Iraq, Somalia, Pakistan, Afghanistan dan Sudan, dan semua kawasan tegang di negara Islam; menghentikan darah umat Islam yang tumpah bukan pada tempatnya, dan bagi melaksanakan wasiat Nabi saw yang berkata:
“Sungguh kehancuran dunia lebih mudah bagi Allah daripada kematian seorang muslim” (Tirmidzi).
Bukankah menghairankan bahawa orang-orang Arab dan sebahagian umat Islam menadahkan tangannya untuk melakukan perdamaian dan perundingan dengan musuh umat yang menjajah negara mereka sendiri, membunuh orang-orang yang tidak bersalah dan berdosa di Palestine dan di tempat lainnya, dan pada saat yang sama menahan diri dari melakukan kesepakatan dan kerja sama dengan rakyatnya sendiri dan bahagian dari negara mereka sendiri, dan mereka tidak mengetahui cara untuk menyelesaikan masalah-masalah negara mereka kecuali dengan kekuatan perang dan senjata yang dibeli oleh tentara bangsa untuk memberikan perlindungan kepada tanah air, bukan untuk menyelesaikan krisis dalaman semata?!
Bukankah yang paling mengejutkan lagi dibolehkannya masuk senjata dalam segala bentuknya kepada pihak-pihak musuh ke jantung negeri sendiri, dan pada masa yang sama orang-orang Arab dan umat Islam bersekongkol dengan penganas Zionis untuk mencegah senjata dari pasukan pejuang?!
Tidakkah ini menimbulkan pemberontakan dan kegundahan di hati para pemimpin bangsa dan pemilik kebijakan, sehingga mahu begerak memperbaiki ketidakseimbangan ini, dan memperbaiki penyimpangan ini?!
Al-Quds dan Al-Aqsa di jantung setiap umat Islam:
Bahawa tempat-tempat suci di Mekah dan Madinah mengingatkan kita tentang tempat dan negara yang diberkati Allah dan sekitarnya; Al-Quds yang saat itu mengadu kepada Tuhannya akan kezaliman yang dilakukan oleh Yahudi, dan ketidakmampuan umat Islam yang terhina, disaat warganya hidup di bawah cambuk penindasan, rasa takut dan pengusiran, perampasan serta penghancuran rumah secara membabi buta.
Bahawa tawaf di Baitullah yang mulia dan suci mengingatkan kita tentang masjid suci ; Masjid Aqsa yang saat ini sedang terpenjara, padahal Al-Quds dan Al-Aqsa memiliki tempat yang mulia di hati setiap muslim; Sementara ketidakmampuan pemerintah Arab dan Islam untuk bersikap tegas dalam menghadapi kejahatan Zionis yang berusaha menyahudikan Al-Quds dan menghancurkannya; padahal sejumlah anak bangsa dari Al-Aqsa yang tetap berpegang teguh melakukan perjuangan dan mengorbankan ruh dan jiwa mereka, merekalah yang semestinya didukung dan berdiri di belakang mereka untuk memberikan sokongan dan memperkuat posisi mereka; sampai Allah menuliskan untuk mereka kemenangan, dan demi kemerdekaan dan kebebasan negeri dan bumi Al-Aqsa kita.
Saya menyeru kepada setiap Muslim di hari yang penuh berkah ini, terutama para jemaah haji untuk berdoa kepada Allah dengan penuh ketulusan, kerendahan hati dan kekhusyu’kan agar Allah berkenan melepaskan ikatan yang membelenggu negeri kita yang penuh berkah; bagi mengikuti dua tempat suci lainnya Mekah dan Madinah, dan memberikan kepada warganya dan mereka yang tetap berjuang tetap berada pada lindungan cahaya Islam yang suci, melindungi dirinya dan keluarganya serta memberikan keteguhan kepada para Mujahidin, mempertautkan dan memperkokoh hati mereka sehingga kemenangan yang telah dijanjikan dapat mereka raih, insya Allah, dan semoga Allah melindungi Masjid Al Aqsha dari belenggu penjahat Zionis, dan mengikuti dua tempat suci lainnya Masjidil Haram dan Mesjid Nabi dalam keamanan, keselamatan dan kedamaian.
Semoga sepanjang tahun umat Islam adalam keadaan baik-baik saja.
Allah Maha Besar dan segala puji hanya milik Allah.
Selawat dan salam kepada nabi Muhammad dan keluarganya serta para sahabatnya.
________________________________________
Artikel Asal: http://www.al-ikhwan.net/haji-dan-kesatuan-umat-3316/